Pengertian Tafsir Secara Bahasa


Kata tafsir dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Arab yaitu tafsîr. Kata tafsîr sendiri berasal dari akar kata فسر. Ada beberapa pendapat ahli bahasa dan ulama tafsir tentang makna tafsir secara etimologi, di antaranya:
a.       Ibnu Manzhûr, dalam kitab Lisân al-‘Arab, menyebutkan bahwa kata الفسر berarti البيان (keterangan). Kata ini juga berarti كشف المغطى (membuka yang tertutup). Kata التفسير berarti كشف المراد عن اللفظ المشكل (membuka/ menyingkap maksud kata-kata yang sulit). Kata الفسر juga berarti نظر الطبيب إلى الماء (penglihatan/ penelitian seorang dokter terhadap air). Makna yang sama juga digunakan untuk kata التفسرة. Ada pendapat yang mengatakan bahwa التفسرة berarti:
البول الذى يستدل به على المرض و ينظر فيه الأطباء يستدلون بلونه على علة العليل [1]
(Buang air orang sakit yang digunakan oleh para dokter untuk mendiagnosa penyakit seseorang)
b.      Menurut Ibnu Fâris, kata فسر (fasr) menunjukkan makna memberi keterangan dan penjelasan terhadap sesuatu. Contohnya dalam pemakaian kalimat, فسرت الشئ و فسرته (aku menjelaskan sesuatu). Kata الفسر dan التفسرة berarti نظر الطبيب إلى الماء و حكمه فيه (analisa/ diagnosa seorang dokter terhadap air, kemudian dokter tersebut memberi penilaian terhadap air tersebut).[2]
c.       Menurut al-Râghib al-Asfahânî, Kata فسر berarti إظهار المعقول (menampakkan secara nyata apa yang ada dalam pikiran) dan kata التفسير ada juga yang khusus digunakan untuk mengungkapkan kata-kata yang asing dan terkadang khusus digunakan untuk pemalingan makna (ta'wîl).[3]
d.      Abû Hayyân dalam al-Bahr al-Muhît, menyebutkan kata التفسير juga digunakan sebagai pembuka/ penelanjangan sesuatu agar ia berjalan (التعرية للإنتلاق), sebagaimana dicontohkan oleh Tsa'lab فسرت الفرس: عريته لينطلق فى حصره (artinya aku telanjangi kuda itu agar ia tetap berjalan sampai ke batas perjalanan). Makna ini juga senada dengan makna الكشف (membuka). Dalam contoh ini, seolah-olah ia sengaja membuka punggung kuda tersebut agar kuda tersebut mau berlari sampai ke tujuan).[4]
e.       Abû al-Baqâ' al-Kafawiy mengartikan tafsir dengan
 الإستبانة و الكشف, و العبارة عن الشيء بلفظ أيسر و أسهل من لفظ الأصل[5]
(menjelaskan dan menyingkap, ia juga berarti sebuah ungkapan tentang sesuatu dengan lafaz yang lebih mudah dari lafaz asalnya).
f.        Jalâl al-Dîn al-Suyûthî, dalam al-Itqân fî Ulûm al-Qur`ân, menyebutkan bahwa kata التفسير adalah bentuk mashdar dari kata الفسر yang artinya البيان و الكشف (penjelasan dan penyingkapan). Ada pendapat yang mengatakan bahwa kata الفسر merupakan kata jadian yang ditukar dari kata السفر. Dalam hal ini biasa disebutkan أسفر الصبح إذا أضاء (subuh telah pergi apabila ia telah menghilang). Pendapat lain mengatakan bahwa ia terambil dari kata التفسرة yang artinya  إسم لما يعرف به الطبيب المرض (nama untuk sesuatu yang digunakan oleh dokter untuk dapat mengetahui penyakit pasien)[6]
g.      Al-Zarkasyî, dalam al-Burhân fî Ulûm al-Qur`ân, menyebutkan bahwa secara etimologi kata التفسير bermakna الإظهار و الكشف (mengungkapkan/ menampakkan dan menyingkap). Ia berasal dari kata التفسيرة yang berarti  القليل من الماء الذي ينظر فيه الأطباء (sebagian air yang dijadikan sampel oleh dokter untuk mendiagnosis penyakit). Dalam hal ini seolah-olah dokter dengan memeriksa air itu bisa mengetahui sebab sakitnya pasien. Maka seperti itu juga halnya dengan seorang mufasir yang membukakan keberadaan suatu ayat, kisah-kisah yang terkandung di dalamnya, maknanya, sebab turun ayat tersebut dan lain-lain.[7]
h.      Khâlid bin Utsmân al-Tsabt, dalam Qowâ'id al-Tafsîr mengatakan:
إخراج الشىء من مقام الخفاء إلى مقام التجلّى[8]
"mengeluarkan sesuatu dari tempatnya yang tersembunyi ke tempat yang jelas dan terang"
Dari beberapa definisi etimologis yang dikemukakan di atas terlihat pemakaian kata al-tafsîr (Indonesia: tafsir) dipakai dalam dua bentuk yaitu mengungkap/ membuka secara empiris dan mengungkap/ membuka secara rasional. Hanya saja, penggunaannya dalam bentuk yang kedua lebih banyak dari pada penggunaan pada makna pertama.[9]
Ketika kata "tafsir" digandengkan dengan kata "pembicaraan" (تفسير الكلام), maka yang dimaksud dengannya adalah menjelaskan pembicaraan tersebut dan menghindarkannya dari pemahaman yang sulit serta mengungkapkan maksud pembicaran tersebut. Namun ketika kata "tafsir" digandengkan dengan "al-Qur`ân" (تفسير القران), maka ia mempunyai arti khusus yang berkaitan dengan al-Qur`ân.[10]



[1] Abû al-Fadhl Jamâl al-Dîn Muhammad bin Mukarram bin Manzhûr al-Afrîqî al-Mishrî, (selanjutnya ditulis Ibnu Manzhûr), Lisân al-‘Arab, (Beirut: Dâr Shâdir, 1990), juz ke-5, h. 5.
[2] Abû al-Husain Ahmad bin Fâris bin Zakariyyâ (selanjutnya ditulis Ibn Fâris), Mu'jam al-Maqâyis fî al-Lughah, (naskah di-tahqîq oleh Syihâb al-Dîn Abû 'Amrû), (Beirut: Dâr al-Fikr, 1994), cet. Ke-1, h. 837.
[3] Abû al-Qâsim al-Husain bin Muhammad, (yang lebih populer dengan nama al-Râghîb al-Ashfahânî dan selanjutnya ditulis al-Ashfahânî), Al-Mufradât fî Gharîb al-Qur`ân, (Beirut: Dâr al-Ma’rifah), t.th, h. 380.
[4] Muhammad Husain al-Dzahabî (selanjutnya ditulis al-Dzahabi), al-Tafsîr wa al-Mufassirûn, (Beirut: Dâr al-Fikr, t.th), jilid ke1, h. 13.
[5] Shalâh 'Abd al-Fattâh al-Khâlidî (selanjutnya ditulis al-Khâlidî), Ta'rîf al-Dârisîn bi manâhij al-Mufassirîn, (Dimasq: Dâr al-Qalam, 2002), cet. Ke-1, h.23.
[6] Jalâl al-Dîn al-Suyûthî al-Syâfi'î (selanjutnya ditulis al-Suyûthî), al-Itqân fî Ulûm al-Qur`ân, (selanjutnya ditulis al-Itqân), (Beirut: Dâr al-Fikr, 1979), h. 173.
[7] Badr al-Dîn Muhammad ibn 'Abdullâh ibn Bahâdir al-Zarkasyî (selanjutnya ditulis al-Zarkasyî), al-Burhân fî 'Ulûm al-Qur`ân, (di-tahqîq oleh Muhammad Abû al-Fadhl Ibrâhîm), (Beirut: Dâr al-Ma’rifah, 1957), h. 147.
[8] Khâlid bin Utsmân al-Tsabt (selanjutnya ditulis al-Tsabt), Qowâ'id al-Tafsîr Jam'an wa Dirâsasatan, Arab Saudi: Dâr ibn 'Affân, 1997), jilid ke-1, cet. ke-1, h. 25.
[9]  Al-Dzahabî, op.cit., h. 13.
[10] Lihat Al-Tsabt, op.cit., h. 24.

Share this:

Post a Comment

 
  • Contact Us | Site Map | TOS | Privacy Policy | Disclaimer
  • Copyright © Bismi Rabb. Template by OddThemes