Sesudah Ramadhan

Hasil gambar untuk annahl 92


Golongan manusia saat Ramadhan telah berlalu, di antaranya:

Golongan pertama: golongan yang tetap berada di atas kebaikan dan taat, Tatkala bulan Ramadhan tiba, mereka menyingsingkan lengan baju mereka, melipat gandakan kesungguhan mereka, dan memperbanyak kebaikan, menyongsong rahmat, menyusul yang terlewati. Tidaklah Ramadhan berlalu kecuali mereka telah memperoleh bekal yang besar, kedudukan mereka menjadi tinggi di sisi Allah, kedudukan mereka bertambah tinggi di surga dan makin jauh dari neraka. Mereka menyadari sesungguhnya amal shaleh tidak hanya terbatas di bulan Ramadhan. Mereka selalu puasa enam hari di bulan Syawal, puasa hari Kamis dan Senin serta puasa-puasa lain yang disunahkan. Air mata selalu membasahi pipi mereka di tengah malam, dan di waktu sahur istighfar mereka melebihi orang-orang yang penuh dosa.

Golongan kedua: golongan yang hanya khusyuk di bulan Ramadhan Golongan ini sebelum Ramadhan berada dalam kelalaian, lupa, dan bermain. Tatkala tiba bulan Ramadhan, mereka tekun beribadah, puasa dan shalat, membaca al-Qur`an, bersedekah, air mata mereka berlinang, dan hati mereka khusyuk. Akan tetapi setelah Ramadhan berlalu mereka kembali seperti semula, kembali kepada kelupaan mereka, kembali kepada dosa mereka. Mereka menjadi orang-orang yang hanya mengenal Allah di bulan Ramadhan saja. Seperti perkataan sebagian ulama salaf dahulu,”Sungguh buruk suatu kaum yang hanya mengenal Allah di bulan Ramadhan saja”. Sebagian lagi mengatakan,” Jadilah seorang yang “Rabbaniy” (penyembah Allah) dan janganlah menjadi hamba ramadhan (ramadhaniy)”.

Golongan ketiga : golongan yang datang dan perginya Ramadhan tiada bermakna, Kondisi golongan ini sama seperti keadaan mereka sebelum datang dan perginya Ramadhan. Tidak ada sesuatu pun yang berubah dari mereka. Tidak ada perkara yang berganti. Bahkan, kemungkinan dosa mereka bertambah, kesalahan mereka menjadi lebih besar, catatan amal mereka bertambah hitam, maka ia termasuk kelompok orang yang membalas kenikmatan dgn kekufuran. Apabila ia berniat pada saat melakukan puasa utk kembali melakukan maksiat lagi, maka puasanya tak akan terkabul, ia bagaikan orang yang membangun sebuah bangunan megah lantas menghancurkannya kembali. Allah ta’ala berfirman: “Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dgn kuat menjadi cerai berai kembali “(An-Nahl: 92).

Mereka merasa bulan Ramadhan adalah bulan berat, bulan rintangan untuk menyalurkan kesenangan duniawinya. Dan itulah orang-orang yang benar-benar merugi. Mereka tidak mengenal untuk apa mereka diciptakan, terlebih-lebih mengenal kebesaran dan kehormatan Ramadhan.
Setidaknya ada empat prinsip dalam merefleksikan nilai takwa sebagai sarana untuk memaksimalkan potensi amal shaleh pasca Ramadhan di antaranya


1. Prinsip Fastabiqul khaerat Bersegara dalam merebut setiap peluang untuk melakukan kebaikan dan bersegera untuk melakukan kebajikan dan tidak menjadi orang yang selalu menunda amalan. Seperti firman Allah swt. “Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam mengerjakan perbuatan-perbuatan baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan penuh harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyuk kepada Kami.“ (Q.S al-Anbiyaa’: 90).

2. Prinsip Mujahadah (Kesungguhan). Melakukan amal shaleh secara maksimal membutuhkan pengorbanan (tadhiyah). Ubay bin Ka’ab mengilustrasikan bahwa ketakwaan itu ibarat berjalan di jalan yang penuh duri ia butuh kehati-hatian dan kesungguhan. Ia berangkat dari niat yang ikhlas kemudian secara nyata ditunjukkan dengan amal yang serius dan penuh kesungguhan. Allah Ta’ala memuji dan menjanjikan surga para pejuang amal shaleh yang dengan serius dan penuh kesungguhan membuktikan bahwa ketakwaan bukan hanya sekedar untaian kata-kata manis dan hiasan bibir tetapi perlu dibuktikan dan ditunjukkan kehadirat Illahi Rabbi. Kesungguhan dalam ibadah tidak hanya nampak dalam ritual ibadah yang bersifat habluminallah tapi ia mempunyai konstribusi yang sangat kuat dalam menghidupkan ibadah yang bernuansa habluminannas dengan berbagi kepedulian terhadap kaum dhu’afa.

3. Prinsip Tawazun (Keseimbangan) Maksimalisasi amal shaleh tidak berarti kita harus bersikap ekstrim dalam mengaktualisasikan ibadah-ibadah yang disyariatkan. Maksimalisasi bermakna melaksanakan ibadah sesuai dengan kesanggupan yang dimiliki asal tidak juga memandang remeh apalagi memudah-mudahkan.

4. Prinsip Istimroriyah (Berkesinambungan)Nabi saw pernah ditanya: “Apakah amalan yang paling dicintai Allah? Beliau menjawab: “Amalan yang dilaksanakan secara berkesinambungan (kontinyu) walaupun sedikit” (HR. Bukhari). Warna kesinambungan amalan nampak sangat mencolok di tengah aktivitas Ramadhan mulai dari puasa itu sendiri, shalat (wajib dan sunnah), zakat, shadaqah dan amalan-amalan lainnya .


Agar tetap istiqomah, dalam beribadah kita tak sekadar mengerjakan ibadah wajib saja, tentunya kita berusahan dengan menambah ibadah sunnah lainnya seperti tuntunan Rasulullah saw. Rasulullah bersabda: “Dan tidaklah hambaKu terus-terusan mendekatkan diri kepadaKu dengan ibadah-ibadah sunat sehingga Aku mencintainya” (HR Bukhari dan Muslim)

Inilah makna istiqamah setelah bulan Ramadhan, inilah tanda diterimanya amal-amal kebaikan kita di bulan yang berkah itu, maka silahkan menilai diri kita sendiri, apakah kita termasuk orang-orang yang beruntung dan diterima amal kebaikannya atau malah sebaliknya.


Berikut tips menjaga istiqomah ba'da (setelah) Ramadhan: 
  1. Puasa sunnah setelah Ramadhan. Ada berbagai pilihan puasa sunnah setelah Ramadhan diantaranya Syawal, Ayyaumul Bidh, Senin-Kamis, dll.
  2. Melaksanakan qiyamul lail (sholat malam) minimal shalat Tahajud satu pekan sekali
  3. Tilawah Al-Qur'an tiap hari dan mentadaburinya
  4. Bersedekah tiap mendapatkan rezeki
  5. Berdzikir setiap saat
  6. Mendatangi majelis orang-orang saleh.
  7. Berusaha meningkatkan ketaqwaan dan menjaga amalan seperti yang dilakukan di bulan Ramadhan
Saudara sekalian, sekalipun bulan suci Ramadlan telah berakhir, namun amalan seorang mukmin tak akan berakhir sebelum ajal datang menjemput. Dan sembahlah Rabb-mu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal).” (Al Hijr: 99)

“Maka ambillah pelajaran (dari semua ini), wahai orang-orang yang mempunyai akal sehat” (QS al-Hasyr: 2).

Share this:

Post a Comment

 
  • Contact Us | Site Map | TOS | Privacy Policy | Disclaimer
  • Copyright © Bismi Rabb. Template by OddThemes